Bukankah,
pada tiap-tiap menjejak langkah
dalam kasih sayang, Tuhan menitipkan kalimat?
Fajar, siang, senja, malam
tanpa pernah bergulir waktu
Terkecuali atas nikmat yang bertebaran dari Arsy-Nya
Semesta masih saja membalas tawa,
meskipun getir
dan sela jemari malaikat masih sudi menyelipkan karunia
untuk apa makna pekat jelaga petang hari ini...
Bila masih akan turun gerimis esok pagi...
Dan aku...
teramat lancangkah mendikte takdirNya?
Bukankah,
pada tiap-tiap menjejak langkah
dalam kasih sayang, Tuhan menitipkan kalimat?
lalu di penghujung masa
sampai lembayung berubah menjadi temaram sengit
antar mata dewa hingga ke telapak kaki langit
Ketika itu aku begitu ingin keluh jenuhku
Kubiarkan
Di ruas batang-batang krisan yang hampir mati...
Bukankah,
pada tiap-tiap menjejak langkah
dalam kasih sayang, Tuhan menitipkan kalimat?
atas benih-benih hikmah yang berserakan di tepi-tepi jalan kehidupan...
menggantung dalam rinci bimasakti
memoar dari depa-depa fenomena semesta
ia hadir dari goresan-goresan penafsir ibrah
melebur dalam kata-kata orang bijak
namun hidup dan mati dalam ragaku sendiri...
Bukankah,
pada tiap-tiap menjejak langkah
dalam kasih sayang, Tuhan menitipkan kalimat?
tak perlu pedulikan angin
ia hanya ingin menggoda belukar yang goyah
bukan untuk menyapa diri kita yang sudah sejak lama menyombong pada luka
tak perlu pedulikan lafadz yang terpatri di luar kepala
kita memiliki kisah sendiri
menyeruaknya dalam aliran darah di jantung kita sendiri
di antara akar-akar rerumputan berduri
kita memiliki kisah sendiri
mengenang nyanyian yang pernah dipersembahkan langit untuk bumi
kita memiliki kisah sendiri
menyungging senyum pada episode hidup kita masing-masing...
0 komenkomen:
Post a Comment
Wow.. I love comments! you just made my day! Thanks