September 3, 2010

Main ke puri

Oh hai (kalimat pembuka yang menjemukan!) apakah ada sesuatu yang terlupa? Hmm. Yap! Aku belum cerita mengenai sekelumit pengalaman impromptu ku yah kemarin?
So, kemarin aku kan main ke rumah mba wulan. Yah niatnya sih mau nge-geratakin en ngebakar rumahnya dan seluruh rumah di komplek haha becanda deng!
Dan ternyata aku malah diajakin (atau diajarin?) masak. Yah, wajahku kubuat seceria mungkin waktu denger hal itu. Yah seperti kalau aku disuruh datang ke pemakamanku sendiri. Padahal kaan.. Okeh okeh daripada membahas ketidakbecusanku dalam dunia kuliner, bukankah lebih baik kalau aku memberitahu kalian bahwa aku ini anak yang manis, lucu, pintar, lemah lembut, dan layak dicintai??
Hhh, sudahlah! Aku malah jadi lupa tadi mau ngomong apa sih? Kok malah jadi ngawur ngelantur gini? (emang tiap posting gini ya xp).

Siapa sih yang ngomong memasak itu menyenangkan? Kayaknya orang itu harus ikut "kelas masak-memasak" yang kuikuti dengan mba wulan. Bagi amatir, atau bahkan orang yang jauh dari kata amatir seperti aku, memasak itu, well.. gimana yah..
Mungkin akan lebih sederhana kalau aku menuliskannya dalam bentuk daftar seperti di bawah ini.

Tiga Jam Belajar Memasak Bersama Mba Wulan
1. Aku jadi tau kalau satu siung bawang putih = satu butir bawang putih. Dulu aku pikir satu siung itu ya, satu bonggol bawang putih berisi berbutir-butir bawang. Komentar mba wulan: "Untung kamu dulu gak inisiatif masak sendiri."
2. Aku baru tau kalau ada berbagai teknik memotong. Waktu mba wulan memintaku memotong bawang bombay, aku memotongnya jadi dua dan kuanggap pekerjaanku selesai. Komentar mba wulan: "Mungkin mba kurang jelas ngasih perintahnya. Tapi kamu juga mikir dong, san (di lingkungan keluarga dan sekitar rumah, aku biasa dipanggil 'santi' yang asalnya dari desSANDIE, sandie nya diplesetin jadi santi *maksa -______-*). Apa kamu pernah makan makanan yang isinya bawang bombay melulu yang ukurannya sebegitu besar?"
3. Aku jadi ngerti makna celemek yang sebenarnya. Selain tempat mengelap tangan kalau kotor, juga bisa mengelap air mata dan ingus waktu mencincang bawang.
4. Aku nyaris menghanguskan dapur dan mungkin juga seluruh isi rumah. Mana aku tau kalau menggunakan oven listrik, gak perlu memasukkan lighter ke dalamnya? Oke, mungkin aku juga yang bego karena cuma tau cara menyalakan oven gas. Aku juga taunya karena pernah nonton acara masak-memasak di tv.
5. Ternyata memasak itu cukup menyenangkan! Kalau mengabaikan tiga plester yang harus kupakai di jari, satu jempol kaki yang tertimpa piring (untungnya melamin, jadi gak pecah), air mata mengalir tak henti (jangan lupakan juga keringat) yang mungkin ikut meramaikan rasa masakan.
6. Untung mama gak ada di sini. Karena mama dulu pernah berniat mau memotret berbagai poseku waktu belajar memasak. (untung aja mama gak seiseng itu untuk memotretku waktu aku belajar menggunakan toilet. Eh, tunggu dulu, barangkali mama dulu memang melakukannya! TIDAAAAK!!)

mba wulan ternyata cukup bagus juga dalam mengajar. Mungkin karena dengannya, aku gak bisa menggunakan berbagai alasan yang pasti ampuh kalau kugunakan di depan om sadi. Om sadi, oh tentu saja!, akan panik dan berkeras membawaku ke UGD kalau aku berpura-pura kena serangan asma (atau serangan jantung?) saat mencincang bawang. Kalau mba wulan cuma menatapku sekilas, kemudian memintaku terus memotong *lehernya!*. Mba wulan juga gak terpengaruh waktu aku meringis karena jempol kakiku kena piring. Mba wulan cuma bilang, "Lain kali lebih hati-hati." !&%?@#^?!

Jadi bisa dibilang, aku terpaksa. Sebenarnya memasak gak payah-payah amat kok. Cukup menyenangkan, malah! Terbersit pemikiran aneh dalam otakku (jangan mikir macem-macem!). Dulu sih boro-boro aku berniat mau belajar masak. Tapi sekarang, ah-haa!

0 komenkomen:

Post a Comment

Wow.. I love comments! you just made my day! Thanks