Berikut Biaya Re-issued Tiket Etihad Airways (EY) & Aeroflot (SU) yang sudah dilaksanakan pada tgl.16JAN untuk penerbangan tgl.31JAN :1. Re-issued Tiket EY = USD 95 x IDR 12,500 = IDR 1,187,5002. Re-issued Tiket SU = USD 75 x IDR 12,500 = IDR 937,500Lalu rencana akan Re-issued kembali :1. Tiket EY (untuk keberangkatan tgl.5FEB) =USD 75 x IDR 12,500 = IDR 937,000Totalnya = IDR 3,062,500Harga Total tersebut tidak termasuk Issued Baru Tiket SU untuk keberangkatan tgl.6FEB, sebesar USD 512.
Itu adalah isi email yang saya terima dari Mba Ipur setelah mengonfirmasi tanggal keberangkatan saya. Mau tidak mau saya harus bisa menerima tanggal keberangkatan saya telah dirubah menjadi tanggal 5 februari 2014, BUKAN 10 februari 2014! Dan itu benar-benar mengundang kekacauan dalam keluarga saya. Gimana enggak? Segala rencana yang sudah kami susun sedemikian rupa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh siapapun seketika hancur ketika saya mendapat balasan SMS dari Mba Ipur itu.
Pun saya menyayangkan sekali kejadian itu, kenapa Mba Ipur sudah membookingkan tiket? Kemarin kan hanya permisalan dan kita sudah sama-sama deal untuk membicarakan kembali tanggal keberangkatan saya. Kenapa tidak ada kabar sebelumnya kalau memang mau dibooking??? Dan yang terburuk adalah, kenapa tidak ada konfirmasi email sebelumnya ke saya? Karena biasanya, sebelum akhirnya tiket diissued atau re-issued akan selalu ada konfirmasi email yang dikirimkan ke saya, setelah saya bilang OK, baru lah tiket dibooking.
Mau mengubah tanggal juga sepertinya sudah tidak mungkin. Re-issued hingga 3 kali???
Saya lebih memilih untuk meng-cancel keberangkatan saya saja. Karena jika harus mengganti tanggal keberangkatan untuk ketiga kalinya, berapa nominal uang yang harus saya keluarkan untuk mengganti ke kementerian?? Tapi... yang kembali terpikirkan adalah biaya yang harus diganti itu. Totalnya = IDR 3,062,500... Belum lagi pembiayaan untuk membeli tiket aeroflot baru USD 512. Masih harus mencari 170 USD juga agar genap 682 USD.
Tidak mungkin jika total uang yang harus keluar hanya kisaran 10 juta. Total 30 juta lebih! Uang siapa? Uang dari mana???
Itu adalah kemungkinan jika saya berhasil berangkat. Namun, jika kali ini visa saya kembali terkendala, maka... Ya Rabb... berapa puluh juta yang akan keluar untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan oleh kementerian?
Saya gak mampu membayangkan seperti apa nantinya. Meskipun, setelah melalui diskusi panjang yang teramat menguras pikiran, energi, dan waktu... akhirnya orang tua saya bersedia menanggung semua. Tapi, setegar apapun seorang manusia, pada hakikatnya orang tua saya terbebani. Pasti! Segala ikhtiar pencapaian mimpi ini seolah memaksa otak saya bekerja berkali-kali lipat dan melumat hari-hari liburan saya menjadi kacau berantakan. Di tiap menit ketika saya membahas masalah ini dengan orang tua saya, selalu ada masa untuk kami terdiam sekian lama, seolah tenggelam dalam sepi yang tiba-tiba melesat ke udara, menguasai segenap perasaan kami, dan terkubur dalam pikiran kami masing-masing. Kosong mata mereka seolah menjadi jawaban segala pertanyaan saya. Namun, pada akhirnya orang tua saya akan tersenyum, dan saya akan tersenyum karenanya, seakan senyuman adalah satu-satunya bahasa yang mampu saya terjemahkan sebagai rasa cinta. Seberat apapun kondisinya, seterjal apapun jalannya, orang tua saya pada akhirnya akan membuktikan kesungguhan cintanya pada saya. Sepuluh detik selanjutnya, orang tua saya akan berteriak, bertanya sekuat tenaga pada Allah kapan hidup akan memperlakukanku dengan baik?? Namun, orang tua saya tak pernah tau, saya juga mempertanyakan hal yang serupa.
Gak mungkin saya hanya menyesal, menangis, mengutuk diri saya, menyalahkan mimpi yang tinggi atau bahkan takdir. Sia-sia!
Detik itu juga saya mengirimkan SMS kepada Pak Iwan. Saya minta tolong untuk tidak dibebani biaya apapun, karena saya tidak ada kemampuan di sana.
"Assalaamu'alaykum wr.wb. Maaf Pak Iwan jika mengganggu. Pak, untuk kondisi visa saya seperti ini: ~~~~~~blablablabla.... Saya minta tolong Pak untuk tidak dibebani biaya untuk mengganti tiket aeroflot ataupun charge etihad, karena saya tidak ada kemampuan untuk itu Pak. Terima kasih dan sekali lagi saya mohon maaf Pak."
2 jam kemudian, ada SMS balasan dari Pak Iwan.
"Ceritanya bagaimana Tyas?"
Saya ceritakan seefektif dan sejelas mungkin. Dan tanggapan Pak Iwan, "Coba Tyas hubungi Mba Ipur ya. Ceritakan seperti tadi."
Harapan saya seakan pupus. Sungguh jauh berbeda respon yang diberikan antara Pak Iwan dan Mba Ipur. Akhirnya, saya coba jelaskan sesopan dan tanpa sedikitpun menyinggung pihak manapun. Dan Pak Iwan pun membalas, "Oh iya, saya mengerti. Tapi saya baru kembali ke Jakarta tanggal 4 Tyas. Nanti saya coba tanyakan kepada rekan-rekan dulu ya, baiknya seperti apa solusinya."
Belum sempat saya membalas SMS Pak Iwan dengan ucapan terima kasih, beliau kembali mengirimi saya SMS, "Fa inna ma'al 'usri yusra..."
Alhamdulillah :') Semoga Allah memperingan langkah saya selanjutnya. Aamiin.
Tidak ada waktu lagi. Hari senin, 3 februari 2014 visa saya harus sudah siap!
Kembalilah saya ke kedubes pada 3 februari 2014. Dan akhirnya saya bertemu dengan front officer yang biasa saya temui sebelumnya. Tau apa yang dia katakan pada saya????
"ROSMOLODEZH??? Tidak ada sama sekali. Coba dihubungi lagi ya seperti apa."
Naik pitam saya saat itu! Allah akbar.
"Mba, ini email-email dari pihak Rusia. Pun saya sudah menanyakan ke pihak yang sangat bertanggung jawab, baik di Indonesia maupun di Rusia. Dan info ini memang benar-benar valid, mba. Tidak mengada-ada. Saya mohon kerjasamanya. Coba dicek lagi Mba. Saya sudah merubah tanggal keberangkatan saya hingga 2 kali mba. Saya juga kan warga Indonesia Mba. Seharusnya Mba bersifat kooperatif dan membantu saya Mba sebagai warga Indonesia. Saya benar-benar merasa dirugikan jika seperti ini. Kalaupun memang sulit, Mba harusnya bisa membantu saya mencari solusi atau seperti apa. Saya sudah berusaha semaksimal saya. Bahkan saya mencoba untuk menghubungi ministry Russia." Kata saya benar-benar kacau.
Mba itu hanya menjawab, "Mba, saya udah 10 tahun kerja di sini. Gak ada tuh nama yang seperti ini. Coba ditanya lagi."
"YAKIN MBA????"
"Iya...."
Lagi. Saya menangis. Saya gak peduli keberadaan orang lain. Mereka gak tau beban yang harus saya tanggung. Mereka gak bisa lihat betapa hancurnya perasaan saya. Terlebih orang tua saya. Sudah lama kami mengeram kesedihan ini, seakan seperti menahun rasanya luka yang tak kunjung sembuh bahkan kini menganga makin hebat. Seharusnya saya tidak usah bermimpi tinggi, sehingga tak perlu tersisa penyesalan saat harus menghadirkan pengorbanan menyakitkan di sisi kami. Seolah bumi yang saya tinggali terasa beberapa kali lebih sempit dan menyudutkan saya dalam lingkaran penyesalan yang menyerang saya membabi buta.
Tidak mungkin jika total uang yang harus keluar hanya kisaran 10 juta. Total 30 juta lebih! Uang siapa? Uang dari mana???
Itu adalah kemungkinan jika saya berhasil berangkat. Namun, jika kali ini visa saya kembali terkendala, maka... Ya Rabb... berapa puluh juta yang akan keluar untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan oleh kementerian?
Saya gak mampu membayangkan seperti apa nantinya. Meskipun, setelah melalui diskusi panjang yang teramat menguras pikiran, energi, dan waktu... akhirnya orang tua saya bersedia menanggung semua. Tapi, setegar apapun seorang manusia, pada hakikatnya orang tua saya terbebani. Pasti! Segala ikhtiar pencapaian mimpi ini seolah memaksa otak saya bekerja berkali-kali lipat dan melumat hari-hari liburan saya menjadi kacau berantakan. Di tiap menit ketika saya membahas masalah ini dengan orang tua saya, selalu ada masa untuk kami terdiam sekian lama, seolah tenggelam dalam sepi yang tiba-tiba melesat ke udara, menguasai segenap perasaan kami, dan terkubur dalam pikiran kami masing-masing. Kosong mata mereka seolah menjadi jawaban segala pertanyaan saya. Namun, pada akhirnya orang tua saya akan tersenyum, dan saya akan tersenyum karenanya, seakan senyuman adalah satu-satunya bahasa yang mampu saya terjemahkan sebagai rasa cinta. Seberat apapun kondisinya, seterjal apapun jalannya, orang tua saya pada akhirnya akan membuktikan kesungguhan cintanya pada saya. Sepuluh detik selanjutnya, orang tua saya akan berteriak, bertanya sekuat tenaga pada Allah kapan hidup akan memperlakukanku dengan baik?? Namun, orang tua saya tak pernah tau, saya juga mempertanyakan hal yang serupa.
Gak mungkin saya hanya menyesal, menangis, mengutuk diri saya, menyalahkan mimpi yang tinggi atau bahkan takdir. Sia-sia!
Detik itu juga saya mengirimkan SMS kepada Pak Iwan. Saya minta tolong untuk tidak dibebani biaya apapun, karena saya tidak ada kemampuan di sana.
"Assalaamu'alaykum wr.wb. Maaf Pak Iwan jika mengganggu. Pak, untuk kondisi visa saya seperti ini: ~~~~~~blablablabla.... Saya minta tolong Pak untuk tidak dibebani biaya untuk mengganti tiket aeroflot ataupun charge etihad, karena saya tidak ada kemampuan untuk itu Pak. Terima kasih dan sekali lagi saya mohon maaf Pak."
2 jam kemudian, ada SMS balasan dari Pak Iwan.
"Ceritanya bagaimana Tyas?"
Saya ceritakan seefektif dan sejelas mungkin. Dan tanggapan Pak Iwan, "Coba Tyas hubungi Mba Ipur ya. Ceritakan seperti tadi."
Harapan saya seakan pupus. Sungguh jauh berbeda respon yang diberikan antara Pak Iwan dan Mba Ipur. Akhirnya, saya coba jelaskan sesopan dan tanpa sedikitpun menyinggung pihak manapun. Dan Pak Iwan pun membalas, "Oh iya, saya mengerti. Tapi saya baru kembali ke Jakarta tanggal 4 Tyas. Nanti saya coba tanyakan kepada rekan-rekan dulu ya, baiknya seperti apa solusinya."
Belum sempat saya membalas SMS Pak Iwan dengan ucapan terima kasih, beliau kembali mengirimi saya SMS, "Fa inna ma'al 'usri yusra..."
Alhamdulillah :') Semoga Allah memperingan langkah saya selanjutnya. Aamiin.
Tidak ada waktu lagi. Hari senin, 3 februari 2014 visa saya harus sudah siap!
Kembalilah saya ke kedubes pada 3 februari 2014. Dan akhirnya saya bertemu dengan front officer yang biasa saya temui sebelumnya. Tau apa yang dia katakan pada saya????
"ROSMOLODEZH??? Tidak ada sama sekali. Coba dihubungi lagi ya seperti apa."
Naik pitam saya saat itu! Allah akbar.
"Mba, ini email-email dari pihak Rusia. Pun saya sudah menanyakan ke pihak yang sangat bertanggung jawab, baik di Indonesia maupun di Rusia. Dan info ini memang benar-benar valid, mba. Tidak mengada-ada. Saya mohon kerjasamanya. Coba dicek lagi Mba. Saya sudah merubah tanggal keberangkatan saya hingga 2 kali mba. Saya juga kan warga Indonesia Mba. Seharusnya Mba bersifat kooperatif dan membantu saya Mba sebagai warga Indonesia. Saya benar-benar merasa dirugikan jika seperti ini. Kalaupun memang sulit, Mba harusnya bisa membantu saya mencari solusi atau seperti apa. Saya sudah berusaha semaksimal saya. Bahkan saya mencoba untuk menghubungi ministry Russia." Kata saya benar-benar kacau.
Mba itu hanya menjawab, "Mba, saya udah 10 tahun kerja di sini. Gak ada tuh nama yang seperti ini. Coba ditanya lagi."
"YAKIN MBA????"
"Iya...."
Lagi. Saya menangis. Saya gak peduli keberadaan orang lain. Mereka gak tau beban yang harus saya tanggung. Mereka gak bisa lihat betapa hancurnya perasaan saya. Terlebih orang tua saya. Sudah lama kami mengeram kesedihan ini, seakan seperti menahun rasanya luka yang tak kunjung sembuh bahkan kini menganga makin hebat. Seharusnya saya tidak usah bermimpi tinggi, sehingga tak perlu tersisa penyesalan saat harus menghadirkan pengorbanan menyakitkan di sisi kami. Seolah bumi yang saya tinggali terasa beberapa kali lebih sempit dan menyudutkan saya dalam lingkaran penyesalan yang menyerang saya membabi buta.
Saya beranjak dari kedubes pukul 11.10... Saya berjalan menuju halte busway GOR Sumantri. Di sana, saya hanya duduk, dan diam... Diam untuk sekian lama. Tidak ada yang saya lakukan di sana. Saya hanya duduk. Menikmati rasa takut dan membiarkan sifat pengecut menguasai rongga-rongga otak saya dan pada hati saya yang perlahan melemah, mungkin hampir mati, berkuasa atas diri saya tanpa halangan. Saya takut untuk pulang. Saya takut untuk melihat wajah orang tua saya. Saya takut kepulangan saya hanya menambah dilema bagi mereka. Saya takut melihat orang tua saya menangis. Saya takut tidak ada lagi kesempatan. Saya takut. Saya benar-benar takut.
Saya mengalah, saya menyadari, gagal atau tidaknya pencapaian mimpi ini, keberadaan saya selalu berarti untuk mereka. Saya masih berharap Allah akan berbaik hati merubah sedikit skenario pada kisah panjang ini. Menyelesaikan prahara atau mungkin sedikit memperbaiki letak mentari kami.
Saya kembali ke rumah... Pukul 15.30.
Di perjalanan, Mba Ipur menelepon saya.
"Tyas, jadi bagaimana visa kamu?' tanya Mba Ipur. Suara dan intonasinya jauh lebih lembut dan tertata daripada sebelumnya. Alhamdulillah :') mungkin Pak Iwan sudah bicara padanya, -pikir saya-.
"Iya Mba, ini belum, ini saya baru saja dari kedubes....." Suara saya, lemah.
"Tyas, saya minta kontak yang ketua dari Indonesia saja ya. Kalau untuk yang ini memang sangat sulit, terakhir ini, mungkin untuk selanjutnya, maaf Tyas, kami tidak bisa mengganti tanggal lagi, mungkin akan kami cancel. Karena kan kita sama-sama tidak ingin ada yang dirugikan kan ya Tyas."
"Iya Mba, tidak apa-apa..." hati saya mulai tenang mendengarnya. Bismillah... dari percakapan dengan Mba Ipur ditelepon, saya menarik kesimpulan bahwa -insya Allah- saya tidak perlu mengganti apapun.
Saya tidak pernah menyembunyikan apapun pada orang tua saya. Meski pernah saya mencoba untuk melakukannya di masa lalu, selalu saja gagal. Seolah malaikat terus menerus membsisiki saya untuk tidak melakukannya. "Lihatlah peluh Bapakmu, keteguhan hati mama mu, apa lagi yang ingin kamu cari?"
Saya ceritakan segalanya. Visa saya, respon front officer, telepon dari Mba Ipur, jawaban dari Pak Iwan. Semuanya.
Orang tua saya??
"Berati hanya tersisa waktu satu hari kan untuk mengurus visa, yaitu besok tanggal 4 februari. Karena kamu sudah dibookingkan tiket tanggal 5 februari jam 1 dini hari. Besok ingin tetap ke kedubes?"tanya Bapak saya.
"Besok usaha terakhir ku Pak..."
"Kalau tidak berhasil bagaimana?"
"Aku tadi sudah cari informasi ke mana-mana. Ke panitia di Indonesia juga. Dan dia bilang untuk menemui langsung atasan di kedubes. Atau kalau perlu diplomatnya saja sekalian. Karena gak semua hal itu dikasih tau ke front officer atau resepsionis, jadi harus menemui orang Rusia nya langsung. Dia berani bilang seperti itu karena pernah terjadi hal serupa di kedubes thailand dan beberapa negara lain. Katanya, front officernya juga tidak kooperatif begitu dan yaa... mereka kan harusnya juga ngebantu warga negaranya sendiri.. Jadi, besok usaha terakhir Santi, Pak. Kalau memang gagal lagi, insya Allah ikhlas. Mungkin Allah memiliki rencana yang lain. Insya Allah gak apa-apa kalau tidak jadi berangkat sekarang..." jawab saya jujur.
-bersambung-
0 komenkomen:
Post a Comment
Wow.. I love comments! you just made my day! Thanks