Part 9.. Mood saya mulai goyah, kemudian hal ini diikuti oleh perilaku yang kikuk karena mulai merasakan perbedaan feel dari keadaan sebelumnya. Ini yang terjadi hari ini. Haha. Dengan canggung saya memaksakan diri untuk mampir lagi ke page putih ini dan menyusun kata-kata, berharap bisa kembali dengan bebas
membahasakan yang telah terangkum di kepala, tapi sepertinya hal ini gak
semudah yang dibayangkan. Karena itu saya cuma mau bilang, meskipun kita sudah sering berjumpa, kamu selalu ada di pikiran saya, apalagi beberapa hari terakhir ini. Saya
selalu ingin datang berkunjung, menuliskan beberapa patah kata di
tubuhmu, sebagai bahasa yang menjelaskan bahwa sebenarnya saya ini rindu.
Tapi kedewasaan membuat kita menjadi tidak sebebas kita-kita yang
dahulu ya. Lagian, perasaan kan memang gak selalu bisa dijelaskan dalam bentuk
alfabet. Saya harap kamu maklum ya kalau saya sering datang tanpa kamu ketahui, termenung dan melakukan hal itu berulang kali, berlama-lama di halamanmu yang kosong, menulis beberapa kalimat dan sejurus kemudian dengan tenang memencet tombol backspace dan kembali duduk diam, lama sekali, sampai akhirnya saya keluar, sign out, tanpa kamu tau kalau saya melakukan itu. Biarkan perasaan itu di rasa saja ya, Blog :)
Oke, saya terlalu banyak basa-basi. Haha.
---
Saya sedang berpikir keras saat itu -hingga kini pun- setelah mendengar segala penjelasan Mba Ipur. Uang dari mana??? Jika bersikeras melanjutkan permainan ini sungguh sama bodohnya seperti saat mengerjakan soal statistika dengan rumus yang jelas-jelas salah. Kadangkala Allah memberikan kita formula yang salah sejak awal, memaksa kita melewati kebingungan dan kebimbangan tanpa ada satupun titik terang, tidak pernah mampu kita telaah apa maksudnya. Formula yang salah ini telah membuat saya terjebak dalam kebingungan yang besar, bertubi-tubi, hingga tidak peduli apapun yang saya lakukan, saya tidak pernah mendapat jawaban yang benar. Kadang saya berpikir bagaimana jika saya tinggalkan saja pertarungan ini, daripada terus menerus melukai diri saya sendiri untuk menemukan jawaban yang benar. Tapi Allah mengancam kelulusan saya dan kalian tentu tau itu artinya apa.
Dan saya kembali teringat strategi di masa yang lalu ketika saya menghadapi kejadian yang serupa. Saya coba tanyakan ke Mba Ipur.
"Mba, kalau misalkan saya tidak mengganti uang aeroflot yang hangus itu dengan uang, tapi dengan boarding pass saya, bagaimana Mba?"
"Gak bisa dong Tyas. Ya kamu tetap mengganti uang yang sudah hangus dan tiket aeroflot yang baru harus kamu usahakan sendiri."
"Apa gak bisa dicoba untuk ditanyakan dulu mba?"
Mba Ipur berpikir. Sekian lama. Semenit, tiga menit, lima menit. Ia menoleh pada seseorang di belakang meja kerjanya. Saya lihat papan nama di meja kerjanya, Rifky (nama samaran).
"Sebentar, saya tanyakan ke bagian keuangan."
Hanya sekali tolehan ke belakang, Mba Ipur segera mengutarakan apa yang saya inginkan. lalalala~~~~
Dari percakapan itu saya dapatkan poinnya. Oke. Jadi, saya boleh menggantikan uang aeroflot yang hangus itu dengan boarding pass saya. Dengan catatan, jika harga tiket aeroflot yang saya usahakan itu lebih rendah dari tiket yang sudah hangus, maka saya harus menggantikannya dengan boarding pass plus uang tambahan hingga jika digenapkan semua senilai 682 USD.
Oke. Saya faham.. Dalam hati tentu saja saya gak terima. It's not my fault at all. Saya seolah-olah mampu mendengar jutaan orang hilir mudik, tertawa lepas di luar sana ketika saya meronta-ronta melepaskan diri. Seakan saya ini tengah diadili layaknya orang yang sudah melakukan kesalahan besar seperti membunuh satu klan atau apalah itu. Saya benar-benar gak ngerti kesalahan saya sebenarnya apa. Pemasungan di ruangan tanpa pintu ini saya rasakan terlalu tidak adil. Haruskah saat ini saya benar-benar mengalahkan musuh bebuyutan ini untuk menang? Membuatnya terkapar berdarah-darah? Terjebak dalam kesalahan yang tidak pernah saya lakukan? Dan tentu saja, pergumulan sengit dengan diri sendiri bukanlah cerita yang manis untuk diceritakan. Karena itu, tolonglah siapapun selamatkan saya dari permainan ini. Life’s hard, everyone faces it. Tapi saya rasa kadang saya ini gak cukup kuat menghadapinya, gak tahulah kenapa secara psikologis, saya sepertinya lemah. Dan akhir-akhir ini sepertinya fisik juga.
Oke. Saya faham.. Dalam hati tentu saja saya gak terima. It's not my fault at all. Saya seolah-olah mampu mendengar jutaan orang hilir mudik, tertawa lepas di luar sana ketika saya meronta-ronta melepaskan diri. Seakan saya ini tengah diadili layaknya orang yang sudah melakukan kesalahan besar seperti membunuh satu klan atau apalah itu. Saya benar-benar gak ngerti kesalahan saya sebenarnya apa. Pemasungan di ruangan tanpa pintu ini saya rasakan terlalu tidak adil. Haruskah saat ini saya benar-benar mengalahkan musuh bebuyutan ini untuk menang? Membuatnya terkapar berdarah-darah? Terjebak dalam kesalahan yang tidak pernah saya lakukan? Dan tentu saja, pergumulan sengit dengan diri sendiri bukanlah cerita yang manis untuk diceritakan. Karena itu, tolonglah siapapun selamatkan saya dari permainan ini. Life’s hard, everyone faces it. Tapi saya rasa kadang saya ini gak cukup kuat menghadapinya, gak tahulah kenapa secara psikologis, saya sepertinya lemah. Dan akhir-akhir ini sepertinya fisik juga.
---
Sepulangnya saya dari kementerian, saya hanya melewati waktu-waktu saya untuk menghindari hal-hal yang gak diinginkan oleh semua orang, entah saya yang gagal berangkat atau tiket hangus, entah saya harus ganti uang ke kementerian, entah visa saya yang ribet lagi dan sederet hal-hal negatif yang pengen banget saya buang jauh-jauh. Sepertinya saat itu saya udah benar-benar lelah akan semuanya. Saya sudah bergerak hingga sejauh ini. Heroik? Mungkin. I’m stuck in the middle with nowhere to start. I can’t go right, I can’t go left. Negative feelings consumed me so bad.
Yang saya lakukan cuma men-teror Bung Ivan itu dan menunggu kabar dari Mba Ipur. Karena segalanya belum benar-benar clear: terkait tanggal keberangkatan dan apakah saya harus mengganti sekian-sekian juta atau... yah.. saya gak punya bayangan sama sekali saat itu.
Sementara saat itu, Ivan sudah benar-benar menjanjikan visa saya ready pada tanggal 31 Januari.. Sampai saya terus menrus menagih janjinya.. Benar gak kali ini? I lost a lot of money! You've to refund my money! Ya! Dia harus balikin uang yang hilang kalau ini gagal lagi!!!
Dan dia bilang yes! I understand. Just take your passport and you should tell that you come to receive visa from ROSMOLODEZH (this is the name of organization)...~~~~dst. Dia benar-benar menjanjikan visa saya siap tanggal 31 dan menyarankan saya untuk membooking tiket tanggal 3 atau 4.. Oke. Setidaknya saya sudah merencanakan tanggal 5. Meskipun, sepertinya saya ingin mencari waktu yang lebih aman saja.
Akhirnya, hari itu, setelah menyikat gigi, mencuci kaki dan mematikan lampu kamar sementara saya dan orang tua berada di ruang keluarga- pada malam-malam dikala mata susah terpejam. Kami putuskan. Tanggal 10 lah departing flight saya! Good idea!
-bersambung-
0 komenkomen:
Post a Comment
Wow.. I love comments! you just made my day! Thanks